Love Conquers Anger

10.33 Elizabeth Grace S. 0 Comments



hiyaaak..long time no see bussy bloggy!! kali ini saya mau membagi cerita yang mungkin "biasa saja", tetapi sangat "ngena" buat saya.
this is a true story between me and my little sister.

Setiap malam sebelum tidur, saya dan adik mempunyai kebiasaan yang tidak pernah lupa dilakukan bahkan sudah menjadi ritual khusus pengantar tidur bagi kami yaitu saling mencium pipi dan mengucapkan "i love you". Sayangnya karena sempat marahan dan sama-sama gengsi untuk minta maaf, kami tidak berbicara satu sama lain sampai waktu menjelang ia tidur. Saya kira ia akan masuk kamar dan tidur begitu saja, namun ternyata saya salah. Saya menerima smsnya yang berbunyi: "dada kak. i love you :* aku mau tidur "
Ahh, manis bukan?
Malu rasanya mengingat saya---sebagai kakak---tidak mencoba meminta maaf terlebih dahulu, padahal yang kami ributkan juga termasuk masalah sepele. Duh!
Saya yakin cinta dapat mengalahkan kemarahan, seperti yang dilakukan adik saya, ia mengalahkan egonya untuk tetap menunjukkan kasihnya pada saya. Kakaknya. Kali ini saya harus benar-benar belajar darinya :)

Ada satu quotes dari Gautama Buddha yang saya dapat dari sini :
"Conquer anger by love, evil by good; conquer the miser with liberality, and the liar with truth."


                                                                                                                                      a proud sister,
Beth

0 komentar:

[Buku]: Pondok Baca Kembali ke Semarang Oleh Nh. Dini

08.28 Elizabeth Grace S. 0 Comments

Tahun 1980 Dini kembali ke Tanah Air.
Setelah beberapa tahun mondar-mandir antara Jakarta dan Semarang, pada tahun 1985 Dini menetap di kota asalnya, pulang ke Kampung Sekayu. Di sana dia mendirikan taman bacaan yang dinamakan Pondok Baca Nh. Dini atau disingkat PB, dilayankan kepada para pra-remaja dan remaja sekitar. Berkat bantuan teman-teman dan saudara-saudaranya, usaha nirlaba tersebut berjalan lancar. Di sela-sela mengawasi anggota PB yang membaca dan mengerjakan Latihan-Latihan Bahasa, Dini meneruskan kegiatannya menulis novel dan cerita pendek.Namun kehidupan tidak semulus yang dia harapkan. Banjir dan tanah longsor sempat nyaris mematahkan semangat hidupnya. Gangguan bencana alam tersebut memaksa Dini pindah tempat tinggal hingga 3 kali: dari Kampung Sekayu ke Griya Pandana Merdeka di Ngalian, lalu mengungsi kembali ke Sekayu, kemudian ke Perumahan Beringin Indah di Ngalian juga. Dia mampu menyandang pengalaman tersebut sebagian besar berkat bantuan Kedutaan Besar Selandia Baru dan lingkungan dekatnya, ialah saudara-saudaranya dan para anggota Rotary Club Semarang Kunthi. Dini menjadi anggota perkumpulan bergengsi itu sejak masa tinggalnya di Kampung Sekayu.Berkat kegiatannya sebagai pengelola Pondok Baca, Dini dihubungi oleh Plan International, sebuah organisasi yang mengatur perkenalan antara pasangan suami-istri di seluruh dunia dan dan anak asuh di negara-negara yang sedang berkembang. Plan International di Kupang Timur menawarkan kerja sama kepada Dini.Semua tampak nyaman, segalanya terasa seakan-akan berlangsung damai seterusnya. Namun selalu terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia.Menjelang tahun 1998, Dini juga terkena imbas perubahan itu. Era yang disebut Reformasi melanda diri dan lingkungannya ....


Judul                     : Pondok Baca Kembali ke Semarang
Penulis                  : Nh. Dini
Penerbit                : PT Gramedia Pustaka Utama
Desain Sampul      : Mulyono
Perwajahan Isi      : Sukoco
Tebal                    : 256
ISBN                   : 978-979-22-6635-1
Cetakan Pertama  : Februari 2011
Harga                   : Rp 45.000, 00

Seperti buku Seri Cerita Kenangan lain yang sudah terlebih dahulu ditulisnya, kali ini Bu Dini menceritakan tentang kehidupannya sekembalinya dari luar negeri. Setelah pulang dari Prancis, Bu Dini memapankan dirinya untuk kembali tinggal di rumah peninggalan orangtuanya di Kampung Sekayu. Bu Dini menempati bagian belakang rumah itu yang sebelumnya telah direnovasi menurut keinginan beliau. Dari situlah juga awal mula Pondok Baca berdiri. Namun karena beberapa hal yang membuatnya tak lagi nyaman tinggal disitu, beliau memutuskan pindah dan membangun rumah di Griya Pandana Merdeka dengan membawa serta Pondok Bacanya. Bu Dini kembali merasa nyaman dan senang tinggal di rumah barunya itu, apalagi pemandangan Laut Jawa juga tersuguh langsung dari rumahnya. Berbagai kegiatan selain menulis tetap beliau jalankan, salah satunya bergabung bersama Rotary Club Semarang Kunthi dan mengisi acara-acara sebagai pembicara. Cobaan seakan belum berhenti menguntit beliau. Cuaca buruk di Semarang mengakibatkan tanah longsor dan banjir, rumah yang ditinggali Bu Dini pun menjadi salah satu korbannya. Untungnya masih banyak barang yang dapat diselamatkan, dan untuk sementara beliau tinggal kembali di Kampung Sekayu. Dengan berbagai kemurahan hati para sahabat dan relasi, Bu Dini dapat membangun rumah dan Pondok Baca lagi di tempat yang berbeda yaitu di Beringin Indah. Perjumpaannya dengan anak-anaknya, Lintang dan Padang, semakin membuat kekayaan batinnya menumpuk. Era reformasi juga berimbas pada kondisi keuangannya namun beliau tetap dapat bertahan hidup, bahkan mampu menampung beberapa mahasiswa yang kesulitan pulang ke daerah asalnya karena keganasan dan kekacauan situasi saat itu. Setiap kisah hidup beliau mempunyai makna dan pelajaran tersendiri bagi saya. Saya mengenal karya-karya Nh. Dini semenjak duduk di bangku SMP. Dari situlah saya menjadi salah satu penggemar berat beliau. Ada satu keinginan untuk bertemu langsung dengan beliau, dan semoga impian itu dapat segera terwujud ;)
Ohya, beberapa kesalahan ketik juga saya temukan, diataranya: 

Hlm. 9: Ketka aku masih tinggal… seharusnya Ketika aku masih tinggal…

Hlm. 131: Baca seri cerita kenangan: Langit dan Buni Sahabat Kami seharusnya Langit dan Bumi Sahabat Kami

Hlm. 141: …tempat anakkku tinggal.. seharusnya ...tempat anakku tinggal...

Hlm. 249: …membeli sebanyak mungkin. buah-buah lerak yang bisa dia temukan. seharusnya …membeli sebanyak mungkin buah-buah lerak yang bisa dia temukan.

0 komentar:

books, struggle-ing, and the distance

08.10 Elizabeth Grace S. 0 Comments



Holla busy people!
Sebagai salah satu books-holic stadium akhir, saya mau berbagi cerita tentang perjuangan mendapat buku-buku impian yang sudah susah didapatkan.
Awalnya saya ngefans sama salah satu penulis bernama Gama Harjono karena pengalaman-pengalaman kerennya di negeri Italia, my favorite country too. Nah ternyata dua novelnya telah terbit beberapa tahun yang lalu dan saya ingin memilikinya. Mudah-mudahan belum terlambat untuk mencarinya, pikirku. Saya sudah cari ke beberapa toko buku di pusat kota tetapi hasilnya nihil. Saya nekat hampir memesan buku itu secara online ke penerbitnya, sampai saat ibu mengajak saya ke salah satu toko buku di pinggiran kota yang jaraknya cukup jauh dari rumah saya. Dan jreeng..jreeng..ada buku Lupakan Palermo dan The Journeys, including him as a writer. Happy!
Setelah melanjutkan melihat-lihat koleksi lain, eh nemu juga bukunya Nh. Dini yang sekarang juga jarang ditemukan di toko buku besar. Sebagai penggemar berat Nh. Dini sejak saya masih SMP, langsung saja saya ambil buku itu. Tuhan berbaik hati memberi kemudahan mendapatkan buku-buku yang bagi saya sudah langka itu. Kesabaran, perjuangan keluar masuk toko buku, dan jarak jauh yang ditempuh berbuah manis dengan mendapat buku-buku tersebut. Thank God.
Sebenarnya saat ini masih ada dua buku (yang sudah sulit ditemukan di toko buku) yang masih saya cari, sembari mengumpulkan rupiah untuk terus memenuhi hasrat membaca saya ;) 
Keep reading! 

@elizabeth9race J

0 komentar:

littlewords #2

09.08 Elizabeth Grace S. 0 Comments

Quote hari ini akan saya kutip dari salah satu buku favorit saya yaitu Lupakan Palermo, a novel by Gama Harjono dan Adhitya Pattisahusiwa.

"Life's hardly fair so you gotta treat people right." 

 night!

0 komentar:

Jogja Fashion Week 2013

08.49 Elizabeth Grace S. 0 Comments

Hello! 
Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Juli 2013, ada pawai Jogja Fashion Week di sepanjang Jalan Malioboro. Kebetulan saya nonton di depan toko busana muslim yang terkenal itu ;) Diurutan terdepan ada marching band dari UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) lalu disusul macam-macam kreasi busana. Bahan-bahan yang digunakan juga unik seperti rotan, koran, plastik, kain-kain perca, dsb. Peserta pawai ternyata tidak hanya dari Jogja saja, saya sempat melihat kelompok-kelompok dari luar daerah seperti Solo. Pawai dimulai sekitar pukul 14.30, mundur setengah jam dari jadwal. Beberapa jepretan amatir saya:



Mbak cantik ini hiasan sanggulnya seperti ekor burung Cendrawasih, ya!


Yang satu ini patut dihargai, lho. Dia berjalan menggunakan enggrang tetapi tidak hanya kakinya saja, tangannya pun juga. Sehingga ia seperti merangkak sepanjang jalan. Sempat juga saya mendengar pertanyaan mas ini, "Isih adoh ora Pak?" atau artinya "Masih jauh nggak Pak?". Ah terbayang betapa pegalnya!


Bahkan ada juga ibu hamil yang mungkin ngidam berfoto bersama model cantik. Mungkin biar anaknya ketularan cantik atau ganteng ya..hihi


Ada beberapa kostum yang saya suka karena kerapian dan desain yang apik. Ditunjang dengan model-model yang pas pula. 




Dari kemeriahan pawai Jogja Fashion Week kemarin, hal yang saya tidak suka yaitu jarak yang jauh antara satu kelompok dengan kelompok lain sehingga setelah selesai menyaksikan pertunjukan satu kelompok, perlu waktu beberapa lama untuk dapat menikmati kelompok selanjutnya. Hal itu membuat kesan tidak rapi dan penonton yang tidak sabaran menjadi bergerak ke utara untuk "jemput bola" alias mendekat ke kelompok pertunjukan selanjutnya meski jaraknya masih jauh. But overall, i enjoyed it :)


0 komentar:

Grebeg, The Cultural Parade.

07.41 Elizabeth Grace S. 0 Comments

Yogyakarta terkenal dengan kebudayaannya yang masih terjaga hingga kini, salah satunya Grebeg. Sebelum Grebeg dimulai biasanya ada iring-iringan prajurit keraton yang memakai pakaian khas lengkap, senjata, bendera-bendera, dan memainkan alat musik tradisional sambil berjalan dengan rute yang sama setiap tahunnya. Ibu selalu mengajak kami (saya dan adik) menonton parade budaya tersebut. Pagi-pagi kami sudah mengambil tempat yang pas di pinggir jalan agar dapat melihat prajurit keraton dengan jelas. Ibu bahkan sudah menyiapkan bekal yang akan dibawa karena kami tidak sempat sarapan. Tak berapa lama kemudian mulai banyak orang yang berdatangan untuk menonton juga, hal itu menunjukkan antusiasme warga Yogya untuk melihat parade budaya. Meski hal itu terjadi setiap tahun, tak ada rasa bosan bagi kami. Ini ada beberapa foto yang sempat saya abadikan saat parade prajurit keraton. enjoy :) 





0 komentar:

It's about: How Do You Care Each Other

09.19 Elizabeth Grace S. 0 Comments



Kemarin cuaca sedang enggan berbaik hati, tidak diduga dan tiba-tiba. Yah, sifat dasarnya.
Hujan mengguyur di siang hari sekalian membawa temannya---angin---yang kekuatannya cukup untuk merontokkan daun-daun kering, menyobek terpal, menggoyang atap seng tetangga, apalagi menerbangkan rokmu.
Intinya seharian itu mendung dan berangin hingga membuat saya malas pergi-pergi keluar, sebenarnya memang tidak ada kegiatan. Untungnya hari ini matahari tidak lagi absen sehingga saya memutuskan untuk bepergian. Bepergian disini bukan seperti yang kalian 'mungkin' pikirkan seperti ke mall, nongkrong di cafe, ke bioskop, etc. Saya cuma pergi ke bank dan membeli pulsa. ironis. Jarak dari rumah ke bank dan counter pulsa tidak terlalu jauh, sepertinya tidak sampai lima kilo, makanya saya memutuskan untuk memakai sepeda-sehat dan ramah lingkungan. Singkat kata, setelah keluar dari ruang sempit tempat mengambil uang saya menuju counter pulsa langganan dan melewati tiga traffic light. Di traffic light pertama saat lampu sudah hijau, saya mengayuh sepeda di jalur yang menurut saya tidak mengganggu pengendara lain dan dengan kecepatan yang normal. Namun ada seorang lelaki, yang saat itu sedang memboncengkan pasangannya, tiba-tiba berteriak "wuuu..", pasangannya hanya melihat dan tampak cuek dengan kelakuan lelaki itu. Entah apa maksud dirinya melakukan hal tersebut. Kejadian seperti itu sebenarnya merupakan kali kedua bagi saya karena saya pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Saat hendak menyeberang ke sisi lain badan jalan, saya sudah melihat sekeliling dan berhati-hati menyeberang. Tiba-tiba ada dua orang lelaki juga meneriakkan seruan yang sama lalu tertawa-tawa. Saya tahu mereka bermaksud mengganggu konsentrasi pengendara lainnya. Namun tidakkah mereka berpikir kalau orang yang mereka ganggu itu bisa benar-benar kaget lalu ada hal buruk yang menimpanya. Apakah mereka akan tetap tertawa-tawa dan bersenang hati bertanggungjawab? Saya yakin mereka hanya lari begitu saja. Losers
Dari kejadian yang saya alami ini, saya hanya berharap setiap orang dapat lebih sopan dan beretika dalam berkendara serta tidak egois. Jalanan bukan tempat yang pas untuk bercanda dan melakukan tindakan konyol seperti itu. Kita tidak hanya menjaga keselamatan diri sendiri tetapi juga keselamatan orang lain. Jangan sampai kepedulian terhadap orang lain semakin lama semakin menipis. How do you care each other? :)

0 komentar: